Langsung ke konten utama

Thariqat Naqsyabandiyah



Naqsyabandiyah  merupakan salah satu

tarekat sufi yang memiliki cukup banyak pengikut di indonesia.

Naqsyabandiyah sendiri berasal dari kata ’Naqsyaband’ yang merupakan

gelar pendirinya, Syah Naqsyaband. Sementara tambahan –yah, merupakan ya

nisbah, yang berarti pengikut. Sehingga makna Naqsyabandiyah berarti

pengikut Syah Naqsyaband.


Setiap tarekat sufi, memiliki ritual dan aqidah tertentu, yang

membedakan antara satu tarekat dengan tarekat lainnya. Tak terkecuali

tarekat Naqsyabandiyah. Tarekat ini memiliki ritual khusus dalam

peribadahan maupun aqidah yang membedakannya dengan tarekat lainnya.


      Sejarah Tarekat Naqsyabandiyah


Tarekat ini pertama kali muncul pada abad 14 M di Turkistan. Pencetusnya

bernama Muhammad bin Muhammad Baha’udin al-Bukhari, yang kemudian

mendapatkan gelar Syah Naqsyaband. Dia dilahirkan tahun 618 H dan

meninggal tahun 719 H, atau hidup antara 1317-1389 M.


(al-Mausu’ah al-Muyasaroh fi adyan wa madzahib, 1260)


      Aqidah dan Keyakinan Tarekat Naqsabandiyah


Bagian penting yang membedakan antara satu tarekat dengan tarekat yang

lain adalah masalah aqidah. Setiap tarekat memiliki aqidah dan ritual

ibadah yang menjadi andalan mereka. Berikut beberapa keyakianan dan

aqidah yang dianut tarekat naqsabandiyah,


Pertama, naqsabandiyah memiliki keyakinan bahwa pendiri tarekat pertama

adalah Abu Bakr as-Shiddiq. Abu Bakr mengamalkan dzikir dan wirid

naqsabandiyah, dengan mengkarantina diri untuk berdizkir dan tidak putus

hingga masuk waktu subuh. Ketika itu banyak orang mencium bau daging

panggang. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa

itu adalah bau hati Abu Bakar karena saking banyaknya berdzikir kepada

Allah. (Irgham al-Murid karya al-Kautsari, hlm. 30, simak Majalah Manar

al-Huda, volume 16, hlm. 20).


Kedua, mereka berkeyakian bahwa orang yang tidak mengikuti tarekat

naqsabandiyah, dia berada dalam bahaya agamanya. Dan doktrin semacam ini

bisa dipastikan ada dalam setiap firqah dan aliran kepercayaan. Karena

diantara metode untuk mengikat pengikutnya adalah dengan memastikan

bahwa merekalah yang paling berhak dengan surga. (simak Nur al-Hidayah

wa al-Urfan, hlm. 41)


Ketiga, pengikut naqsyabandiyah menyikapi para tokohnya yang sudah mati

sebagaimana ketika layaknya orang hidup. Mereka istighatsah di kuburan

tokohnya, meminta keputusan ke tokohnya, membaiat tokohnya yang sudah

mati, bahkan menimba ilmu dari mereka. semuanya biasa mereka lakukan di

kuburan tokohnya.


Mereka meyakini bahwa hubungan dengan Allah hanya bisa dilakukan melalui

cara mendekatkan diri kepada mereka. Media yang mereka gunakan adalah

foto tokohnya, atau membayangkan wajah tokohnya dalam imajinasi ketika

mereka berdzikir kepada Allah.



      Sarana hubungan semacam ini disebut ar-Rabithah.


Bagi naqsyabandiyah, mendekatkan diri kepada Allah melalui ar-Rabithah

lebih kuat dibandingkan shalat 5 waktu yang dikerjakan kaum muslimin.


Bahkan diantara mereka ada yang berkeyakinan bahwa syaikh naqsyabandiyah

ada yang berupa binatang, seperti kuda, kucing, macan, lebah, atau

elang. Dalam kitab Rasyahat ‘ain al-Hayat, dianyatakan,


وأما الحيوانات فلنا منهم شيوخ ، ومن شيوخنا الذين اعتمدت عليهم الفرس فإن

عبادته عجيبة ، فما استطعت أن أتصف بعبادتهم


Terkait binatang, kami menegaskan bahwa diantara mereka ada yang menjadi

syaikh (guru). Diantara guru kami yang saya jadikan acuan adalah kuda.

Ibadahnya sangat menakjubkan. Saya tidak bisa menggambarkan bagaimana

ibadahnya. (Rasyahat A’in al-Hayat hlm. 133, Ali al-Harawi).


Keempat, pembelaan Naqsyabandiyah terhadap ritual ar-Rabithah sangat

kuat. hingga ketika mereka ditanya tentang dalil, mereka menegaskan,

ritual Rabithah tidak butuh dalil.


على أنه لا يجب علينا الاستدلال على الرابطة الشريفة بدليل لأن دليل من

قلدناه من العلماء العاملين والأولياء العارفين كاف واف بالمقصود


”Kami tidak wajib untuk mencari dalil tentang ritual Rabithah yang

mulia, karena dalil yang dimiliki oleh para ulama dan para wali

al-arifin yang kami ikuti, sudah cukup dan sesuai maksud.” (Nur

al-Hidayah wa al-Urfan, hlm. 37).


Di halaman lain dari kitab Nur al-Hidayah, mereka menyatakan,


رؤية الشيخ تثمر ما يثمره الذكر، بل هي أشد تأثيرا من الذكر، وقد كانت

تربية النبي لأصحابه كذلك فكانوا يشتغلون برؤية طلعته السعيدة وينتفعون بها

أكثر مما ينتفعون بالأذكار


”Melihat Syaikh (dalam khayalan) membuahkan manfaat sebagaimana layaknya

dzikir. Bahkan lebih kuat pengaruhnya dari pada dzikir. Dulu pengajaran

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabat juga demikian.

Sehingga para sahabat sibuk melihat penampakan Nabi shallallahu ‘alaihi

wa sallam yang bahagia, dan mereka bisa mendapatkan manfaat dengan

bayangan itu, melebihi manfaat dzikir. (Nur al-Hidayah wa al-Urfan, hlm.

51).


Kelima, mereka meyakini bahwa as-Salikin (orang yang menempuh jalan

tarekat), bisa melihat Allah dalam bentuk semua makhluk hidup, baik

manusia, tumbuhan, atau binatang. Bahkan Allah menampakkan diri dalam

bentuk kuda. (al-Bahjah as-Saniyah, hlm. 6).


Menurut mereka, Allah terkadang berubah wujud dengan bentuk yang

beraneka ragam.


Diantara mereka bahkan menyebutkan bahwa Allah juga melaksanakan shalat.

(Kitab as-Sab’i Asrar fi Madarij al-Akhyar, Muhammad Ma’shum, hlm. 83).


Keenam, pengikut Naqsyabandiyah sangat meyakini kewalian pendirinya

Bahauddin Naqsyaband. Dia dianggap memiliki banyak karomah. Diantara

karomah Bahauddin, bahwa dia pernah menyuruh seseorang untuk mati,

”Matilah”, kemudian orang itu langsung mati. Kemudian dia hidupkan

kembali, ”Hiduplah” lalu dia hidup kembali.


(al-Mawahib as-Sarmadiyah, hlm. 133 dan al-Anwar al-Qudsiyah, hlm. 137).


Ketujuh, Arwah Syaikh Naqsyabandiyah, langsung menuju Allah tanpa

dicabut malaikat,


Abdullah ad-Dahlawi mengatakan,


أرواح عامة المؤمنين يقبضها ملك الموت وأما قبض أرواح خاصة الخاصة فلا دخل

للملائكة فيها


Arwah manusia pada umumnya dicabut oleh malakul maut (malaikat pencabut

nyawa), sementara dicabutnya arwah ulama khusus, tidak berhak malaikat

mencabutnya. (al-Hadaiq al-Waradiyah, 213).


Kedelapan, rumah Syaikh Naqsyaband layaknya kiblat yang wajib disucikan


Salah satu murid Syaikh Bahauddin Naqsyaband menceritakan,


أمرني الشيخ شادي أحد أجلاء أصحاب الشيخ بهاء الدين أن لا يمدّ أحدنا رجله

إلى جهة يكون فيها الشيخ قدس الله سره


Syaikh Syadi – salah satu murid senior Bahauddin – menyuruhku agar tidak

selonjor kaki ke arah di mana Syaikh Bahauddin berada. (al-Hadaiq

al-Waradiyah, hlm. 140).


“Suatu hari, aku mendatangi istana kaum Arifin (rumah Syaikh Bahauddin)

untuk mengunjunginya. Sebelum sampai, sayapun berteduh di bawah pohon

sambil tiduran. Tiba-tiba datang hewan dan menyengat kakiku dua kali.

Akupun berdiri kesakitan. Kemudian aku tiduran lagi, dan binatang itu

balik lagi. Akupun duduk dan merenung, hingga aku teringat nasehat

Syaikh Syadi. Ternyata kakiku selonjor ke arah istana Arifin.”

(al-Hadaiq al-Waradiyah, hlm. 140).


Kesembilan, diantara karomah tokoh Naqsyabandiyah, mereka bisa

memindahkan penyakit dari satu orang ke benda lain.


Dalam kitab Jami’ Karamat al-Auliya dinyatakan,


وكان لعبيد الله أحرار ميزة عجيبة فكان عنده قوة ينقل بها المرض من شخص لآخر


Syaikh Ubaidilah Ahrar memiliki keistimewaan khusus, beliau memiliki

kekuatan bisa memindahkan penyakit dari seseorang ke benda lain. (Jami’

Karamat al-Auliya 2236, al-Anwar al-Qudsiyah hlm. 177).


ونص الدهلوي على أن نقل المرض من كرامات مشايخ هذه الطريقة


Ad-Dahlawi menegaskan bahwa kemampuan memindahkan penyakit, termasuk

karamah para tokoh Tarekat ini. (Syifa al-Alil Tarjamah al-Qoul

al-Jamil, 104)


ويحكي الخاني أن تحمل المشايخ للأمراض ونقله إلى آخرين من عادة السادة

أصحاب الطريقة


al-Khoni menegaskan, memindahkan penyakit ke orang lain, termasuk

kebiasaan tokoh tarekat ini. (al-Hadaiq al-Waradiyah, 148)


demikian beberapa keyakinan dan aqidah tarekat Naqsyabandiyah, yang

tertuang dalam buku-buku tokoh mereka. Tentunya masih banyak lagi

beberapa aqidah lainnya, dan apa telah disebutkan semoga telah mewakili.


(Keterangan lebih lengkap, simak di: Mausu’ah al-Firaq al-Muntasibah li

al-Islam)


Ritual Dzikir Tarekat Naqsyabandiyah


Mengenai ritual dzikirnya, berikut video dokumentasi tata cara dzikir

Naqsyabandiyah di sebagian negara:


Allahu a’lam.


AJARAN DASAR THORIQOH NAQSYABANDIYAH


    11 Dasar ajaran Tarekat Naqsyabandiyah


1). “Huwasy Dardam” , yaitu pemeliharaan keluar masuknya nafas, supaya

hati tidak lupa kepada Allah SWT atau tetap hadirnya Allah SWT pada

waktu masuk dan keluarnya nafas. Setiap murid atau salik menarikkan dan

menghembuskan nafasnya, hendaklah selalu ingat atau hadir bersama Allah

di dalam hati sanubarinya. Ingat kepada Allah setiap keluar masuknya

nafas, berarti memudahkan jalan untuk dekat kepada Allah SWT, dan

sebaliknya lalai atau lupa mengingat Allah, berarti menghambat jalan

menuju kepada- Nya. 


2). “Nazhar Barqadlam” yaitu setiap murid atau salik dalam

iktikafsuluk bila berjalan harus menundukkan kepala, melihat ke arah

kaki dan apabila dia duduk dia melihat pada kedua tangannya. Dia tidak

boleh memperluas pandangannya ke kiri atau ke kanan, karena

dikhawatirkan dapat membuat hatinya bimbang atau terhambat untuk

berzikir atau mengingat Allah SWT. Nazhar Barqadlam ini lebih ditekankan

lagi bagi pengamal tarikat yang baru suluk, karena yang bersangkutan

belum mampu memelihara hatinya. 


3). “Safar Darwathan” yaitu perpindahan dari sifat kemanusiaan yang

kotor dan rendah, kepada sifat-sifat kemalaikatan yang bersih dan suci

lagi utama. Karena itu wajiblah bagi si murid atau salik mengontrol

hatinya, agar dalam hatinya tidak ada rasa cinta kepada makhluk. 


4). “Khalwat Daranjaman” yaitu setiap murid atau salik harus selalu

menghadirkan hati kepada Allah SWT dalam segala keadaan, baik waktu

sunyi maupun di tempat orang banyak. Dalam Tarikat Naqsyabandiyah ada

dua bentuk khalwat : 


a. Berkhalwat lahir, yaitu orang yang melaksanakan suluk dengan

mengasingkan diri di tempat yang sunyi dari masyarakat ramai. 


b. Khalwat batin, yaitu hati sanubari si murid atau salik senantiasa

musyahadah, menyaksikan rahasia- rahasia kebesaran Allah walaupun berada

di tengah- tengah orang ramai. 


5). “Ya Dakrad” yaitu selalu berkekalan zikir kepada Allah SWT, baik

zikir ismus zat (menyebut Allah, Allah,.), zikir nafi isbat (menyebut la

ilaha ilallah), sampai yang disebut dalam zikir itu hadir. 


6). “Bar Kasyat” yaitu orang yang berzikir nafi isbat setelah

melepaskan nafasnya, kembali munajat kepada Allah dengan mengucapkan

kalimat yang mullia 


“Wahai Tuhan Allah, Engkaulah yang aku maksud (dalam perjalanan

rohaniku ini) dan keridlaan-Mulah yang aku tuntut” . Sehingga terasa

dalam kalbunya rahasia tauhid yang hakiki, dan semua makhluk ini lenyap

dari pemandangannya. 


7).“Nakah Dasyat” yaitu setiap murid atau salik harus memelihara

hatinya dari kemasukan sesuatu yang dapat menggoda dan mengganggunya,

walaupun hanya sebentar. Karena godaan yang mengganggu itu adalah

masalah yang besar, yang tidak boleh terjadi dalam ajaran dasar tarikat

ini. 


Syekh Abu Bakar Al Kattani berkata, “Saya menjaga pintu hatiku selama

40 (empat puluh) tahun, aku tiada membukakannya selain kepada Allah SWT,

sehingga menjadilah hatiku itu tidak mengenal seseorang pun selain

daripada Allah SWT.” 


Sebagian ulama tasawuf berkata “Aku menjaga hatiku 10 (sepuluh) malam,

maka dengan itu hatiku menjaga aku selama 20 (duapuluh) tahun.” 


8).“Bad Dasyat” yaitu tawajuh atau pemusatan perhatian sepenuhnya pada

musyahadah, menyaksikan keindahan, kebesaran, dan kemuliaan Allah SWT

terhadap Nur Zat Ahadiyah (Cahaya Yang Maha Esa) tanpa disertai dengan

kata- kata. Keadaan “Bad Dasyat” ini baru dapat dicapai oleh seorang

murid atau salik, setelah dia mengalami fana dan baka yang sempurna.

Adapun tiga ajaran dasar yang berasal dari Bahauddin Naqsyabandi adalah, 


9).“Wuquf Zamani” yaitu kontrol yang dilakukan oleh seorang murid atau

salik tentang ingat atau tidaknya ia kepada Allah SWT setiap dua atau

tiga jam. Jika ternyata dia berada dalam keadaan ingat kepada Allah SWT

pada waktu tersebut, ia harus bersyukur dan jika ternyata tidak, ia

harus meminta ampun kepada Allah SWT dan kembali mengingat- Nya. 


10).“Wuquf ‘Adadi” yaitu memelihara bilangan ganjil dalam menyelesaikan

zikir nafi isbat, sehingga setiap zikir nafi isbat tidak diakhiri dengan

bilangan genap. Bilangan ganjil itu, dapat saja 3 (tiga) atau 5 (lima)

sampai dengan 21 (duapuluh satu), dan seterusnya. 


11).“Wuquf Qalbi” yaitu sebagaimana yang dikatakan oleh Syekh

Ubaidullah Al- Ahrar, “Keadaan hati seorang murid atau salik yang selalu

hadir bersama Allah SWT”. Pikiran yang ada terlebih dahulu dihilangkan

dari segala perasaan, kemudian dikumpulkan segenap tenaga dan panca

indera untuk melakukan tawajuh dengan mata hati yang hakiki, untuk

menyelami makrifat Tuhannya, sehingga tidak ada peluang sedikitpun dalam

hati yang ditujukan kepada selain Allah SWT, dan terlepas dari

pengertian zikir. 


  Ritual dan Teknik Spiritual Tarekat Naqsyabandiyah (2)


dzikir Latha'if

Dzikir dan Wirid Teknik dasar Naqsyabandiyah,

seperti kebanyakan tarekat lainnya, adalah dzikir yaitu berulang-ulang

menyebut nama Tuhan ataupun menyatakan kalimat la ilaha illallah. Tujuan

latihan itu ialah untuk mencapai kesadaran akan Tuhan yang lebih

langsung dan permanen. Pertama sekali, Tarekat Naqsyabandiyah membedakan

dirinya dengan aliran lain dalam hal dzikir yang lazimnya adalah dzikir

diam (khafi, "tersembunyi", atau qalbi, " dalam hati"), sebagai lawan

dari dzikir keras (jahri) yang lebih disukai tarekat-tarekat lain.

Kedua, jumlah hitungan dzikir yang mesti diamalkan lebih banyak pada

Tarekat Naqsyabandiyah daripada kebanyakan tarekat lain.


Dzikir dapat dilakukan baik secara berjama'ah maupun sendiri-sendiri.

Banyak penganut Naqsyabandiyah lebih sering melakukan dzikir secara 

sendiri-sendiri, tetapi mereka yang tinggal dekat seseorang syaikh 

cenderung ikut serta secara teratur dalam

pertemuan-pertemuan di mana dilakukan dzikir berjama'ah. Di banyak

tempat pertemuan semacam itu dilakukan dua kali seminggu, pada malam

Jum'at dan malam Selasa; di tempat lain dilaksanakan tengah hari sekali

seminggu atau dalam selang waktu yang lebih lama lagi.


Secara keseluruhan, ajaran tarekat 

Naqsyabandiyah terdiri dari 17 tingkat mata pelajaran. Ke-17 tingkat

mata pelajaran tersebut adalah;


1. Dzikir Ismu Dzat: "mengingat yang Haqiqi"

Pengucapan asma Allah berulang-ulang dalam hati, ribuan kali (dihitung

dengan tasbih), sambil memusatkan perhatian kepada Allah semata.


2. Dzikir Latha'if: "mengingat Asma Allah pada tujuh titik halus pada tubuh"

Seseorang yang berdzikir memusatkan kesadarannya (dan membayangkan nama

Allah itu bergetar dan memancarkan panas) berturut-turut pada tujuh

titik halus pada tubuh. Titik-titik ini, lathifah (jamak latha'if), adalah;

- qalb (hati), terletak selebar dua jari di bawah puting susu kiri

- ruh (jiwa), selebar dua jari di bawah puting susu kanan

- sirr (nurani terdalam), selebar dua jari di atas puting susu kiri

- khafi (kedalaman tersembunyi), dua jari di atas puting susu kanan

- akhfa (kedalaman paling tersembunyi), di tengah dada

- nafs nathiqah (akal budi), di otak belahan pertama

- kullu jasad, luasnya meliputi seluruh tubuh, bila seseorang telah

mencapai tingkat dzikir yang sesuai dengan lathifah terakhir ini,

seluruh tubuh akan bergetar dalam Asma Allah.


3. Dzikir Nafi Itsbat: "mengingat keesaan"

Bacaan perlahan disertai dengan pengaturan nafas, kalimat La Ilaha

Illallah, yang dibayangkan seperti menggambar jalan (garis) melalui

tubuh. Bunyi La permulaan digambar dari daerah pusar terus ke hati

sampai ke ubun-ubun. Bunyi Ilaha turun ke kanan dan berhenti pada ujung

bahu kanan. Di situ, kata berikutnya, Illa dimulai dengan turun melewati

bidang dada, sampai ke jantung, dan ke arah jantung inilah kata Allah di

hujamkan dengan sekuat tenaga. Orang membayangkan jantung itu

mendenyutkan nama Allah dan membara, memusnahkan segala kotoran.


4. Dzikir Wuquf: "diam dengan semata-mata mengingat Allah"

Mengingat Dzat Allah yang bersifat dengan segala sifat sempurna dan

suci, atau jauh dari segala sifat kekurangan. Dzikir Wuquf ini

dirangkaikan setelah selesai melaksanakan dzikir Ismu Dzat atau dzikir

Latha'if, atau dzikir Nafi Itsbat. Pelaksanaan dzikir Wuquf ini sebelum

menutup dzikir-dzikir tersebut.


5. Dzikir Muraqabah Ithla'

Seseorang berdzikir dan ingat kepada Allah SWT bahwa Ia mengetahui

keadaan-keadaannya dan melihat perbuatan-perbuatannya, serta mendengar

perkataan-perkataannya.


6. Dzikir Muraqabah Ahadiyatul Af’al

Berkekalannya seorang hamba menghadap serta memandang Allah SWT yang

memiliki sifat sempurna serta bersih dari segala kekurangan, serta Maha

Berkehendak.


7. Dzikir Muraqabah Ma’iyah

Berkekalannya seorang hamba yang bertawajjuh serta memandang kepada

Allah SWT yang mengintai di mana saja hamba itu berada.


8. Dzikir Muraqabah Aqrabiyah

Keadaan mengingat betapa dekatnya Allah dengan hamba-Nya.


9. Dzikir Muraqabah Ahadiyatuzzati

Mengingat sifat Allah yang esa dan menjadi tempat bergantungnya segala

sesuatu.


10. Dzikir Muraqabah Zatissyarfi wal Bahti

Berkaitan dengan sumber timbulnya kesempurnaan kenabian, kerasulan dan

‘ulul azmi, yakni dari Allah semata.


11. Maqam Musyahadah

Kondisi di mana seseorang berdzikir seolah-olah dalam tahap

berpandang-pandangan dengan Allah.


12. Maqam Mukasyafah

Kondisi di mana seolah terbuka rahasia ketuhanan bagi seseorang yang

berdzikir. Bila berdzikir pada maqam ini dilaksanakan dengan baik,

sempurna, dan ikhlas, maka seorang hamba akan memperoleh hakikat kasyaf

dan rahasia-Nya.


13. Maqam Muqabalah

Dalam tahap berhadap-hadapan dengan wajah Allah yang wajibul wujud.


14. Maqam Mukafahah

Tahap ruhaniah seseorang yang berdzikir berkasih sayang dengan Allah.

Dalam maqam ini, kecintaan pada selain Allah telah hilang sama sekali.


15. Maqam Fana' Fillah

Kondisi di mana rasa keinsanan seseorang melebur ke dalam rasa

ketuhanan, serta secara fana melebur dalam keabadian Allah.


16. Maqam Baqa' Billah

Pencapaian tahap dzikir, di mana kehadiran hati seorang hamba hanya

bersama Allah semata.


17. Tahlil Lisan

Melaksanakan dzikir Nafi Itsbat yang diucapkan secara kedengaran, atau

jahar. Dzikir Tahlil Lisan ini dilaksanakan pada waktu-waktu yang telah

ditetapkan oleh syaikh mursyid.


Pembacaan tidaklah berhenti pada dzikir; pembacaan aurad (Indonesia:

wirid), meskipun tidak wajib, sangatlah dianjurkan. Aurad merupakan doa-doa pendek atau formula-formula untuk memuja Tuhan dan atau memuji Nabi Muhammad Saw., dan membacanya dalam hitungan sekian kali pada jam-jam yang sudah ditentukan dipercayai akan memperoleh keajaiban, atau paling tidak secara psikologis akan mendatangkan manfaat. 


Seorang murid dapat saja diberikan wirid khusus untuk dirinya sendiri oleh syaikhnya,

untuk diamalkan secara rahasia (diam-diam) dan tidak boleh diberitahukan kepada orang lain; atau seseorang dapat memakai kumpulan aurad yang sudah diterbitkan. 


Naqsyabandiyah tidak mempunyai kumpulan aurad yang unik. Kumpulan-kumpulan yang dibuat kalangan lain bebas saja dipakai; dan kaum Naqsyabandiyah di tempat yang

lain dan pada masa yang berbeda memakai aurad yang berbeda-beda.


Penganut Naqsyabandiyah di Turki, umpamanya, sering memakai Al-Aurad

Al-Fathiyyah, dihimpun oleh Syaikh Ali Hamadani, seorang sufi yang tidak

memiliki persamaan sama sekali dengan kaum Naqsyabandiyah.  

========


Komentar

Postingan populer dari blog ini

QOLBU AL-QUR'AN

Mari Kita Baca dan Menghayati maknanya Serta Fadhilah dari qolbu al-qur'an Bismillahir rahmaanir rahiim. 1. Maaliki yaumiddiin.Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iinu. 2. Shummun bukmun ‘umyun fahum laa yarji’uuna. 3. Qul in kuntum tuhibbuunallaha fattabi’uunii yuhbibkumullahu wa yaghfir lakum dzunuubakum wallahu ghofuurur-rohiim. 4. Man yuthi-‘ir rasuula faqod athoo’allaha wa man tawalla famaa arsalnaaka ‘alaihim hafiidhoon. 5. A’lamuu annallaha syadiidul iqoobi wa annallaha ghofurur rohiim. 6. Laa tudrikuhul abshooru wahuwa yudrikul abshoroo wahuwal lathiiful khobiiru. 7. Qoolaa robbanaa dholamnaa anfusanaa wa inlam taghfirlanaa watarhamnaa lanakuu nanna minal khosiriina. 8. Falam taqtuluuhum walakinnallaha qotalahum wamaa romayta idz romayta walakinnallaha romaa, waliyubliyal mukminiina minhu balaa-an hasanaan, innallaha samii’un ‘aliim. 9. Qullan yushiibanaa illa maa kataballahu lanaa huwa maulanaa, wa ‘alallahi falyatawakkalil mukminuuna. 10. Wa in yamsaskallah

ISMUL ADHOM / ISMUDZAT

ISMUL ADHOM/ISMU DZAT Yaitu dzikir khofi yang di ajarkan oleh para guru Thoriqot K.H. Sirajd Cangkorah Batujajar K.H. Yayat Ruhiyat Ti Bapak Atang Almarhum, sepuhna Bapak Asep Dahyar, Sampora Indah Yaitu asma Alloh yang di pakai berdo’a dan suka di kabulkan,  ssma Alloh yang mana yang di sebut Ismul Adhom itu ? Jawabnya menurut beberapa ulama yaitu Lapad Alloh yang di sebut ISMULDZAT ysitu nama dzat yang agung. Yang di muat dalam Al-Quran sebanyak 2360 tempat. Etika Sebelum Mengamalkan dzikir Ismudzat; 1. Bismillahirrohmanirrohiim.                   1x 2. Hasbiyalohu ilahua Laillaha illa huwa, ‘alaihi tawwakaltu wahuwa robbil’arsyilvadhiim  11x 3. Waqafabilaha waliyya wakafa bilahi nasyiroo.       11x 4. Nasyurro minnalloha wapanuha qorib wabasyirril mu’minina.  11x 5. Latudriquhul absyoru wahuwa yudrikuhul absorro wahuwa latifullhobiiru.  11x 6. Alloh alloh.            4356 x.  Atau  5000  Atau 11000 x untuk dzikir latif Alhamdulilah.

Buku Kitab Miftahus Shudur, Abah Anom(KHA. SHOHIBULWAFA TAJULARIFIN)

FASAL 1 INTI NAFI DAN ISBAT Dzikir  Nafi  dan  Isbat  ,dengan lain perkataan kalimat dzikir yang tidak mengakui semua Tuhan Tuhan dan menetapkan kepada ALLOH yg satu tunggal, adalah dzikir yang paling besar manfaatnya dan paling sangat berbekas bagi manusia ,yaitu kalimat : LAA ILAAHA ILALLOH , artinya tiada Tuhan selain Alloh. Tuhan berkata dalam firmanNYA : ”  Ketahuilah tentang Tuhan itu ,bahwa tidak ada Tuhan melainkan A lloh   ” Nabi Muhammad SAW bersabda : ”   Yang paling utama apa yang aku ucapkan dan apa yang di ucapkan oleh Nabi - Nabi sebelumku, yaitu : ” LAA ILA A HA ILLALLOH ” Kemudian  Nabi  berkata pula dalam hadist : ” Barangsiapa yang  mengucapkan LAA ILA A HA ILLALLOH dengan ikhlas pasti masuk syurga ” Dalam hadist lain Junjungan kita juga bersabda : ” Bagi mereka  yang mengucapkan LAA ILA A HA ILLALLOH tidak usah takut akan kejahatan dalam kubur dan kejahatan pada waktu berkumpul di Padang Makhsyar.” Kemudian  Rosululloh SAW  bersabda pula : ” Jika ada seseorang yang